Kamis, 13 September 2018

Sejarah pondok bahrul ulum

PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM Tambakberas Jombang, terletak di Dusun Tambakberas, Desa Tambakrejo, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Propinsi Jawa Timur, tepatnya ± 3 Km sebelah utara kota Jombang. PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM Tambakberas Jombang, secara keseluruhan menempati areal tanah ± 10 Ha, dengan sosiokultur religious agraris.
PERIODE RINTISAN PERTAMA
(PONDOK SELAWE / PONDOK TELU 1825 M) Sekitar tahun 1825 di sebuah Desa yang jauh dengan keramaian kota Jombang, tepatnya di sebelah utara kota Jombang, di Dusun Gedang kelurahan Tambakrejo, datanglah seorang yang ‘alim, pendekar ulama atau ulama pendekar, bernama ABDUS SALAM namun lebih dikenal dengan panggilan MBAH SHOICHAH (bentakan yang membuat orang gemetar) Kedatangannya di dusun ini membawa misi untuk menyebarkan agama dan ilmu yang dimilikinya. Menurut silsilah beliau termasuk keturunan Raja Brawijaya (kerajaan Majapahit) dan merupakan salah seorang pengikut Pangeran Diponegoro. Abdus Salam adalah putra Abdul Jabbar (Mbah Jabbar ) putra Abdul Halim (Pangeran Benowo) putra Abdurrohman (Jaka Tingkir). Selengkapnya Baca Silsilah Kyai Abdussalam halaman 44.
Sebelum kedatangan Abdus Salam, desa ini masih merupakan hutan belantara yang tidak dihuni. Selama kurang lebih 13 tahun beliau bergelut dengan semak belukar dan kemudian menjadikan desa ini sebagai perkampungan yang dihuni oleh komunitas manusia. Setelah berhasil merubah hutan menjadi perkampungan, mulailah beliau membuat gubuk tempat beliau berdakwah yaitu sebuah pesantren kecil yang terdiri dari sebuah langgar, bilik kecil untuk santri dan tempat tinggal yang sederhana. Pondok pesantren tersebut dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Pondok Selawe dikarenakan jumlah santri yang berjumlah 25 orang. Disebut juga dengan Pondok Telu karena bidang atau materi keilmuan yang dikaji meliputi tiga ilmu yaitu syari’at, hakikat dan kanuragan. Dari sisi lain dinamakan Pondok Telu karena jumlah bangunannya terdiri dari 3 lokal. Hal ini terjadi pada tahun 1838 M, kondisi tersebut adalah cikal bakal PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM.
PERIODE RINTISAN KEDUA
Setelah Kyai Shoichah (Abdussalam) berusia lanjut (sepuh: bahasa jawa) tampuk pimpinan Pondok Selawe atau Pondok Telu diserahkan kepada dua menantunya yang tidak lain adalah santrinya sendiri, yaitu Kyai Ustman dan Kyai Sa’id. Pada tahap selanjutnya, atas restu dari Mbah Shoichah keduanya kemudian melakukan pengembangan terhadap pondok pesantren. Jika mbah Usman lebih menitikberatkan pesantrennya dalam ritual thoriqoh di timur sungai Tambakberas, maka sebaliknya mbah Sa’id lebih fokus pada pengembangan pesantren dengan kajian-kajian yang bersifat syari’at. Karena itulah maka Pondok Pesantren mbah Sai’d yang beada di sebelah barat sungai Tambakberas ini dikenal dengan sebutan Pondok Syari’at. Dan karena pondok yang dikembangkan oleh mbah ustman yang lebih fokus pada thoriqot, maka pondok ini dinamakan pondok thoriqot.
PERIODE PENGEMBANGAN PERTAMA
Setelah Kyai Ustman dan Kyai Sa’id wafat, yang meneruskan tampuk pimpinan pesantren adalah Kyai Hasbulloh, putra Kyai Sa’id. Sedangkan pesantren Kyai Ustman tidak ada yang meneruskan karena beliau tidak mempunyai putra laki-laki. Akhirnya sebagian santri Kyai Ustman diboyong oleh menantunya yang bernama Kyai Asy’ari ke Desa Keras yang akhirnya berkembang menjadi pondok pesantren Tebuireng sekarang. Sedangkan sebagian yang lain diboyong ke pesantren sebelah barat sungai dijadikan satu dibawah pimpinan Kyai Hasbulloh. Adapun untuk pusat jama’ah thoriqoh akhirnya dipindah ke desa Kapas dan diteruskan oleh menantunya yang bernama Abdulloh. Kyai Hasbulloh adalah seorang yang kaya raya dan dermawan, beliau memiliki tanah pertanian yang sangat luas. Dari hasil pertanian ini beliau banyak memiliki gudang-gudang beras yang menyebar dimana-mana bagaikan tambak. Konon karena hal itu daerah ini disebut Dusun Tambakberas dan pondok pesantren beliau dikenal dengan sebutan Pondok Tambakberas.
Dibawah pimpinan Kyai Hasbulloh pondok pesantren berkembang sangat pesat. Guna kelanjutan pondok pesantren yang diasuhnya, Kyai Hasbulloh mengirimkan putra-putranya untuk belajar di pesantren, bahkan hingga ke Makkah Saudi Arabia untuk menuntut ilmu.
PERIODE PENGEMBANGAN KEDUA (1914)
Pada tahun 1914 Kyai Abdul Wahab(Putra tertua Kyai Hasbulloh)kembali dari tugas belajarnya di tanah suci Makkah. Sejak saat itu Kyai Abdul Wahab mulai melakukan pembaharuan pondok pesantren Tambakberas.Sistem pendidikan yang tadinya berbentuk halaqoh kemudian diubah menjadi sistem pendidikan madrasah yang penanganannya diserahkan kepada salah satu adiknya yaitu Kyai Abdurrochim. Dengan sistem pendidikan Madrasah yang dikembangkan, pondok pesantren Tambakberas berkembang semakin pesat, dan pada tahun 1915 Kyai Abdul Wahab mendirikan Madrasah yang pertama (terletak di sebelah barat masjid, sekarang dibangun gedung Yayasan PPBU), Madrasah tersebut diberi nama Madrasah Mubdil Fan.
Pada tahun 1920 Kyai Hasbulloh wafat. Maka pesantren ini dilanjutkan oleh Kyai Abdul Wahab, dengan dibantu oleh kedua adiknya yaitu Kyai Abdul HamiddanKyai Abdurrohimyang juga baru kembali dari studinya di tanah suci Makkah. Dalam penataan manajemen pengelolaannya, Kyai Abdul Hamid lebih berkonsentrasi terhadap pengelolaan pondok, sedangkan Kyai Abdurrohim bertanggungjawabmengelola Madrasah. Kyai Abdul Wahab banyak berkiprah di kancah organisasi sosial kemasyarakatan. Salah satu organisasi yang didirikannya adalah kelompok diskusi yang diberi nama TASHWIRUL AFKAR yang berpusat di Surabaya pada waktu itu. Dan pada tahun 1926 beliau mendirikan organisasi yang diberi nama NAHDLATUL WATHON dan pada akhirnya berganti nama menjadi NAHDLATUL ULAMA yang berkembang sampai sekarang. Pada 1942, Kyai Wahab mendirikan pondok pesantren putri yang pertama, Al-Lathifiyyah, atas perintah Nyai Lathifah, istri Kyai Chasbulloh.
PERIODE PENGEMBANGAN KETIGA
Pada tahun 1942 Kyai Abdul Hamid dan Kyai Abdurrohim memanggil keponakannya yang bernama Kyai Abdul Fattah menantu Kyai Bisri Syansuri Denanyar, sebagai upaya regenerisasi pengelolaan Madrasah. Pada tahun 1943 Kyai Abdurrahim wafat, tugas-tugas beliau diteruskan oleh Kyai Abdul Fattah. Mengingat semakin jumlah santri semakin bertambah banyak, Kyai Abdul Fattah mendirikan gedung Madrasah di dekat rumahnya yang kelak oleh Kyai Abdul Wahab diberi nama Madrasah Ibtida’iyyah Islamiyyah (MII) dan kemudian berganti nama Madrasah Ibtida’iyyah (MI). Pada tahun 1944/1945 lahirlah Madrasah putri yang pertama yang diprakarsai oleh Ny. H.R.Mas Wardiyah (istri Kyai Abdurrochim), yang didampingi oleh Ny.Chasbiyah (putri Kyai Aqib Gedang ) dan Ny Masyhuda binti Kyai Nur.
Pada tahun 1951 Kyai Abdul Fattah dengan restu para sesepuh, mendirikan pondok pesantren putri Al-Fathimiyyah, serta pada tahun 1956 mendirikan Madrasah Mu’allimin Mu’allimat 4 Tahun.
Pada tanggal 6 Juni 1956 Kyai Abdul Hamid wafat, maka pengelolaan pondok pesantren Tambakberas dilanjutkan oleh Kyai Abdul Fattah, sedangkan pengelolaan Madrasah diserahkan kepada Kyai Achmad Alfatich, putra sulung Kyai Abdurrohim. Dibawah pimpinan beliau Madrasah lebih berkembang, sehingga pada tahun 1964, Madrasah Mu’allimin Mu’allimat 4 tahun ditambah masa studinya menjadi 6 tahun dan berubah nama menjadi Madrasah Mu’allimin Mu’allimat Atas. Sedangkan untuk teknis monitoringnya diserahkan kepada kyai Al-Fatih sekaligus sebagai direkturnya.
Pada tahun 1965 Kyai Abdul Wahab memberi nama pondok pesantren ini dengan nama PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM. Pada tanggal 29 Desember 1971/ 11 Dzulqo’dah 1391 H. Kyai Abdul Wahab pulang ke rahmatulloh. kepengasuhan PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM diteruskan oleh Kyai Abdul Fattah dibantu oleh para dzurriyah Bani Chasbulloh yang lain.
Pada tahun 1974 Kyai Abdul Fattah mulai merintis Perguruan Tinggi yang diberi nama Al-Ma’had Al-Aly. Setelah Kyai Abdul Fattah wafat pada tahun 1977, tampuk kepengasuhan PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM, dilanjutkan oleh KH. M. Najib Abd. Wahab, LML putra ketiga Kyai Abdul Wahab. KH. M. Najib Abd. Wahab, LML memiliki reputasi cemerlang dalam membawa lembaga PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM pada pentas nasional. Selain pernah menjabat sebagai Ro’is Syuriah PBNU, pada tahun 1985 beliau bersama pengasuh yang lain juga menghidupkan Al-Ma’had Al-Aly menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) dengan menunjuk Drs. KH. Moh. Syamsul Huda As, SH.,M.HI sebagai ketua. Dalam kapasitas sebagai ketua Robithotul Ma’ahid (Asosiasi Pondok Pesantren Nahdlatul Ulama), KH. M. Najib Abd. Wahab.L.ML menyelenggarakan Usbu’ul Ma’ahid (Pekan Pesantren se-Jawa). Salah satu hasilnya adalah lahirnya Kompilasi Hukum Islam, yang kemudian dijadikan pedoman hakim agama Islam di Indonesia.
KH. M. Najib Abd. Wahab, LML menata manajemen pondok putra dengan menyusun struktur kepengurusan. Sejak saat itu muncullah istilah Rois Khos (ketua komplek). Beliau juga mengamanatkan kepengurusan masjid kepada KH. Moh. Sholeh Abd. Hamid sebagai ketua ta’mirnya, dan menyelenggarakan pengajian sentral tiap Senin malam Selasa di masjid.Pada 20 November 1987, KH. M. Najib Abd. Wahab, LML pulang rahmatulloh. Sepeninggal beliau, PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM diasuh dengan menggunakan sistem kepengasuhan kolektif.
PERIODE PENGEMBANGAN KE-4 (KEPENGASUHAN KOLEKTIF)
Seiring dengan perkembangan PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM yang semakin pesat dari tahun ke tahun, baik jumlah santri maupun lembaga-lembaga pendidikan formal dan non-formal yang ada di dalamnya, maka untuk memaksimalkan potensi yang sudah ada diperlukan suatu manajemen kepengasuhan Pondok Pesantren yang konstruktif, jelas, terprogram dan terarah. Berangkat dari ide dasar itulah maka kemudian lahir pemikiran untuk membagi Manajemen kepengasuhan Pondok Pesantren menjadi; 
Majelis Pengasuh, yang berfungsi sebagai lembaga legislatif yang memiliki otoritas atau pemegang kebijakan tertinggi. Pengurus Yayasan, yang berfungsi sebagai eksekutif yang menjalankan semua program pengembangan dan pemberdayaan pendidikan semua lembaga pendidikan yang berada dibawah naungan Yayasan PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM. Dewan Pengawas, yang berfungsi sebagai yudikatif, yaitu mengawasi, memberikan pertimbangan kepada pengurus yayasan dan memberikan masukan kepada Majelis Pengasuh. Dibentuknya dewan pengawas dalam struktur manajemen PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM sejak tahun 2006, hal ini sebagai konsekuensi diberlakukannya Undang-undang RI No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Hingga saat ini, sejak kepemimpinan kolektif ini diterapkan, sudah mengalami dua/tiga periode kepemimpinan Majelis Pengasuh;
Almaghfurlah KH.M. Sholeh Abdul Hamid (1987 – 2006) 
Pada masa kepengasuhan beliau, jabatan Ketua Umum Yayasan PPBU telah mengalami beberapa kali pergantian, yaitu KH Ahmad Alfatich Abdur Rohim (1990 – 1994), Drs. KHM Hasib Abdul Wahab (1994 – 1998), Drs. KH Fadhlulloh Abd. Malik (1998 – 2002), KH Taufiqurrohman Fattah yang menjabat dua periode, 2002 – 2006 dan 2006 – 2009. Pada saat Ketua Umum Yayasan dijabat oleh KH. Ach. Taufiqurrohman Fattah, kemudian dimunculkan Peran Yudikatif (Dewan Pengawas) sebagai konsekuensi diberlakukannya Undang-Undang No 16 tahun 2001 tentang Yayasan. 
Almaghfurlah Drs. KH. Amanulloh Abdur Rochim (2007-2008)
Ketika KHM Sholeh Abd. Hamid wafat pada Senin malam Selasa tanggal 16 Syawal 1427 / 7 November 2006 tampuk pimpinan Majelis Pengasuh dipegang oleh Drs. KH Amanulloh AR. Sedangkan Ketua Umum Yayasan masih dijabat oleh KH. Ach. Taufiqurrohman Fattah. Beberapa kebijakan penting yang diambil pada saat KH. Amanulloh AR menjadi Ketua Majelis adalah diselenggarakannya pertemuan Alumni Bahrul Ulum tingkat nasional yang akhirnya membentuk suatu ikatan wadah alumni yang berrnama Ikatan Alumni Bahrul Ulum atau yang disingkat dengan nama IKABU. Selain itu, untuk terus mengharumkan kembali nama PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM di bumi nusantara beliau juga mengadakan Pertemuan Ulama dan Umara se Jawa dan Madura. Satu program besar lain yang digagas oleh beliau adalah pembangunan Gedung Serba Guna yang direncanakan berfungsi sebagai balai pertemuan maupun sarana olah raga santri Bahrul Ulum. Namun sebelum sempat pembangunan itu terealisir, beliau dipanggil oleh Allah pada 13 November 2007 pada usia 65 tahun, satu tahun persis setelah meninggalnya KH.M. Sholeh Abd. Hamid. Semenjak KH. Amanulloh wafat, jabatan Ketua Majelis Pengasuh – sesuai dengan kebijakan yang diambil semua anggota Majelis Pengasuh – dikosongkan untuk sementara waktu sampai berakhirnya kepengurusan tahun 2009. Dan untuk menjalankan roda organisasi di Majelis Pengasuh – sesuai dengan mekanisme dan job yang telah ditetapkan – maka untuk pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan lembaga pondok pesantren dipegang oleh KH. Abd. Nashir Abd. Fattah, sedangkan yang berkaitan dengan lembaga pendidikan formal dan hubungan dengan lembaga di luar PPBU dipegang oleh Drs. KH. M. Hasib Wahab, dan sebagai Katibnya adalah H. Sholachul Am Notobuwono, SE.
TAHUN 2018 - SEKARANG
 PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM Tambakberas Jombang, sampai dengan tahun 2018 ini sudah berusia 193 tahun, sedangkan Madrasahnya berusia 103 tahun. Di usianya yang jauh melebihi kemerdekaan bangsa ini PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM Tambakberas Jombang, telah berkembang pesat dengan beragam jenis dan jenjang pendidikan. Hingga saat ini PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM memiliki 42 unit asrama pondok pesantren dan 18 unit pendidikan formal dari tingkat PRA SEKOLAH sampai dengan PERGURUAN TINGGI.

Sejarah Singkat Al - Ghozali



Ribath Al-Ghozali adalah bagian dari pondok pesantren Bahrul ‘Ulum, berdiri secara resmi pada tahun 1985 oleh KH.Achmad Al-Fatich AR. Nama Al-Ghozali di ambil dari nama seorang ‘ulama besar yaitu Imam Al-Ghozali. Latar belakang berdirinya tidak lepas dari kondisi saat itu, dimana pondok pesantren Bahrul ‘Ulum ( Pondok Induk ) , mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga asrama induk tidak mampu lagi menampung para santri.Sehingga di antara para pengasuh membuat kamar-kamar di kediaman masing-masing.Tujuannya adalah untuk menampung para santri yang tidak tertampung di asrama induk. Pada mulannya ribath Al-Ghozali terdiri dari 4 kamar dan 1 mushola, 2 kamar untuk putra-putra beliau, dan 2 kamar untuk di tempati para santri yang saat itu berjumlah 16 orang. Sejalan dengan perkembangan pondok pesantren Bahrul ‘Ulum, ribath Al-Ghozali juga mengalami perkembangan yang pesat.Pada tahun 1990 beliau dapat membebaskan tanah di sebrang jalan di depan rumah beliau, dan kebetulan di atas tanah tersebut sudah berdiri sebuah rumah sehingga bisa langsung di tempati para santri.Tidak berselang lama kemudian didirikanlah gedung berlantai 2 yang terdiri dari 14 kamar.Beserta kamar mandinya, karena jumlah santri meningkat begitu signifikan. Pada tahun 1995, ribath Al-Ghozali secara resmi menerima santri putri, setelah 2 tahun sebelumnnya mulai banyak wali santri yang menitipkan putrinya.Pengelolaan pesantren putri banyak dibantu oleh menantu beliau, ya’ni Hj.Immadul Ummah, istri dari putra pertama beliau yang bernama Drs.KH.M.fajrunnajjah Al-Fatich yang menikah pada tahun 1993, pada perkembangan selanjutnya di Bantu oleh putri-putri beliau dan menantuu yang lain di antaranya, ibu Anik Rohimatul Jannah Al-Hafidzoh dan ibu Nida’ussa’adah.Adapun lokasi asrama putri menempati asrama putra samping rumah beliau setelah memindah terlebih dahulu santri putra ke asrama putra sebelah timur, sehingga asrama putra yang asalnya 2 tempat menjadi satu. Pada tahun 1996 KH.Achmad Al-Fatich wafat dengan meninggalkan 1 orang istri, 6 putra putri, 1 orang menantu dan 2 cucu.Adapun putra putri beliau adalah:1.Drs.KH.M.Fajrunnajjah Al-Fatich2.M.Chimayatullah, SE.3.Drh.H.M.Chusnurrofiq4.Nida’ussa’adah, S.Ag 5.H.Abdurrohim Jauharuddin, S.Hum 6.Agustin Sobahatul Fitriyah, SP Adapun menantu-menantu beliau adalah: 1.Hj.Immadul ‘Ummah, S.Ag 2.Hj.Aisyah Sahal 3.Anik Rohimatul Jannah 4.Muhyiddin zainul Arifin, SE, SH, MM. 5.hj.Evi Fitria, S.Hum.6.Dr.Abdul Haris Al-Macca Sepeniggal beliau kepengurusan ribath Al-Ghozali diteruskan oleh putra dan putri dan menantu beliau secara kolektif dibawah pengawasan ibu Nyai Hj.Muchtaroh.Sekalipun pada saat itu sebagian diantaranya belum bisa turun langsung karena masih harus menyelesaikan studinya di Perguuan Tinggi.Untuk mengekfetifkan pembelajaran dan pengajaran di ribath Al-Ghozali, maka pada tahun itu juga mulai di optimalkan fungsi Madrasah Diniyyah. Materi yang di berikan secara klasikal, yaitu dikelompokkan berdasarkan di kelas masing-masing madrasah formal. Untuk santri tingkat SLTP berjenjang 5 tahun sedang untuk tingkat SLTA berjenjang 3 tahun . Disamping program diniyyah Al-Ghozali juga menerima santri program Tahfidzul Qur’an ( menghafal Al-Qur’an ). Baru pada akhir tahun 1999 sampai sekarang semua putra-putri dan menantu beliau menangani secara penuh dan langsung terhadap Ribath Al-Ghozali.